

MEDIAKEPRI.CO.ID, Lingga – Dinas kebudayaan Kabupaten Lingga bersama lembaga adat melayu ( LAM ) adakan tradisi mandi safar, guna menjaga adat budaya masyarakat melayu Lingga yang telah dilaksanakan sejak zaman kesultanan dahulu. Pemandian Safar diikuti siswa mulai tingkat TK hingga SD di Kota Daik
Pantauan di lapangan sebelum ritual pemandian seluruh siswa melakukan pawai keliling di mulai dari Masjid Jami Sultan Mahmud Riyat Syah hingga Finish di komplek reflika istana damnah, yang dijadikan tempat melakukan ritual pemandian.
H Nadar, ketua pelaksana yang juga tokoh masyarakat Lingga mengatakan, mandi safar yang dilakukan masyarakat karena ada suatu keyakinan dari berita – berita terdahulu tentang akan turunnya, bala bencana pada malam Rabu terakhir bulan safar jika dihitung dari bulan Hijriah.
Dijelaskannya, didalam kitab tajul muluk yang sudah populer di kalangan masyarakat. Dikatakan pasal yang menyatakan doa mandi safar pada Syaikh Syarif al- Din, dalam kitab yang bernama ta’liqah. Bahwasanya segala bala takdir oleh Allah Subhanawata’ala pada tiap- tiap tahun 1200, katanya, berpindah dari pada luh mahfuz kepada langit dunia pada malam arba’ akhir safar ,menyurat doa dengan tujuh ayat dibaca untuk diminum airnya serta dimandi.
Sementara itu, lebih lanjut ia katakan, makna yang paling penting dari tradisi ini mendekatkan hubungan manusia dengan Tuhan, diantaranya doa bersama shalat sunnat dua raka’ at, shalawat dan istigfar. Manusia mengambil peran dengan berdoa, agar segala bala bencana dunia akhirat dijauhkan dari diri keluarga serta lingkungan sekitar.
“Berbagi rezeki tolong menolong, Karena dihari hari yang lain, katanya, sulit rasanya kita masyarakat untuk berkumpul sanak saudara orang banyak disibukkan dengan segala urusan,” katanya kepada mediakepri.co.id, Rabu, 15 November 2017. (bran)