mediakepri
Selasa, 19 Maret 2024 |
×

Selasa, 19 Maret 2024

PERISTIWA

Menelisik Kehidupan Suku Laut di Kepri. Warganya ‘Bersaudara’, Beda Karakter, Beda Agama

| Rabu | 08 November 2017 | 22:56 | Tidak ada komentar

Tiga Kampung Suku Laut di Bintan dan Batam

Tiga kampung Suku Laut di Kabupaten Bintan dan Batam memiliki karakter berbeda dan unik. Namanya, Kampung Panglong di Desa Berakit (Bintan), Kampung Kawal Pantai di Kecamatan Gunung Kijang, Bintan dan Pulau Air Mas di Desa Ngenang, Kecamatan Nongsa ( Batam). Masyarakat ketiga kampung saling berkaitan. Asal usul banyak yang sama, namun masyarakat ketiga pulau memiliki karakter yang beda. Menariknya, agama penduduk ketiga pulau juga berbeda.

MEDIAKEPRI.CO.ID – Kampung Panglong, Desa Berakit yang bisa diakses lewat jalur darat. Letaknya diujung Pulau Bintan. Di kampung ini sekitar 75 kepala keluarga (KK) penduduknya orang Suku Laut. Mayoritas beragama Katolik, meski ada juga yang beragama Islam. Banyak juga orang Suku Laut yang kawin mawin dengan orang Flores di sini.

“Asal usul Orang Laut Berakit ini dari Pulau Kubung di Batam sana. Baru pindah ke sini. Dibangun
rumah oleh pemerintah,”kata Mat Beleng, pemuka Suku Laut Kampong Panglong yang keturunan campuran
Orang Laut dan Flores.

Pada awalnya hanya satu kepala keluarga (KK) Suku Laut yang tinggal di Kampung Panglong ini tahun 1962. Namanya Bone Pasius atau lebih dikenal dengan nama Pak Boncet. Tahun 1965 datang lagi tiga KK dari Pulau Numbing dan Perairan Kelong yaitu keluarga Jantan, Dolah dan Mat. Mereka pindah ke Kampung Panglong ini karena perairan di daerah ini kaya terumbu karang. Ikan pun sangat kaya.

Usai Boncet meninggal, ketua Suku Laut Kampung Panglong Berakit dipegang anaknya bernama Tintin.
Ia belum menikah, pendidikannya pun maju karena sempat kuliah di Singapura. Sehari-hari Tintin yang masih lajang ini mengajar Bahasa Inggris bagi anak-anak Suku Laut Panglong. Ada juga warga Tianghoa yang ikut belajar pada dirinya.

“Saya lahir sudah di darat. Budaya Orang Laut saya sempat belajar dengan almarhum bapak saya. Tapi kakak saya yang bernama Meri yang lebih paham soal kebudayaan Orang Laut Berakit,”kata Tintin, pekan lalu.

Meri yang bersuamikan Lago, pria Suku Laut asal Pulau Air Mas, Batam mengaku tak ada lagi Orang Suku Laut Kampung Panglong yang mengembara. Semuanya kini sudah tinggal di darat dan memiliki rumah.”Kami memang hidup dari hasil laut. Tapi tak lagi berkelam. Suami saya tiap hari ke laut, tapi selalu pulang,”kata Meri.

Lago, suami Meri memiliki orang tua dan saudara-saudara yang tinggal di Pulau Air Mas, Ngenang.
Tak hanya dirinya, rata-rata orang Air Mas juga memiliki saudara di Desa Berakit, Bintan. “Orang Panglong Berakit rata-rata asalnya dari Pulau Kubung yang dekat dengan Air Mas. Selebihnya dari wilayah Bintan lain,”kata Lago.

Berbeda dengan Kampung Panglong yang warganya cukup ramai, Orang Laut di Kawal Pantai, Kecamatan Gunung Kijang, Bintan hanya belasan KK. Meski kampungnya berstatus kelurahan, tapi belum ada akses jalan darat atau jembatan menuju ke perkampungan mereka. Lokasi kampung Suku Laut Kawal Pantai terbilang dekat dan bisa terlihat dari jalan raya Kawal-Trikora.

Mayoritas Orang Laut yang berdiam di Kawal Pantai beragama Islam. Ada dua orang beragama Kristen.
Kondisi perumahan warga berbeda dengan Kampung Panglong. Masing-masing rumah terpisah. Tak ada
pelantar atau jembatan yang menghubungkan rumah yang satu ke rumah yang lain. Untuk pergi ke rumah tetangga, terpaksa naik sampan atau pompong.

“Beginilah keadaan kampung kami. Belum ada pelantar. Jembatan menuju ke darat juga belum ada. Terpaksa naik sampan,”kata Nasir, Sabtu (4/11) kemarin.

Menurut Nasir, kampung Kawal Pantai ini belum setua Kampug Panglong di Berakit. Antara Orang Laut Kawal Pantai dan Kampungh Panglong banyak yang statusnya masih bersaudara dan semuanya saling kenal. Warga Kawal Pantai ada yang datang dari Berakit dan ada juga yang datang dari Air Mas dan Air Kelubi, Bintan.
“Karena lokasi rumah terpisah-pisah. Warganya kurang kompak meski kami ini semuanya bersaudara.
Nenek kami adik beradik,”kata Nasir.

Di Kawal Pantai ini, Orang Laut-nya tak ada ketua suku. Warganya jarang sekali kumpul bersama kecuali kalau ada kegiatan, seperti adanya kunjungan dari pejabat pemerintah atau pun orang politik. “Kami semuanya nelayan. Pergi pagi pulang sore. Tak ada lagi yang mencari ikan atau hasil laut berhari-hari,”sebutnya.

Kampung ketiga yang kami kunjungi bernama Pulau Air Mas. Lokasinya tak jauh dari Pelabuhan Punggur. Berbeda dengan dua kampung lain yang warganya beragama Katolik dan Islam, Air Mas warganya mayoritas beragama Kristen Protestan. Uniknya, nama-nama warganya nama khas Melayu dan Islam. Disini tinggal sekitar 40 Kepala Keluarga. Sekitar 23 KK Orang Laut pindah ke Pulau Air Mas tahun 2002 lalu. Pemerintah membuat rumah untuk mereka.

Kondisi dermaga dan pelantar di Air Mas terbilang lebih bagus ketimbang di Kawal Pantai. Namun, kondisi rumahnya belum ada satu pun yang permanen. Rumah yang ada dan kondisinya bagus itu bantuan dari pemerintah melalui Rehab Rumah Tak Layak Huni (RTLH) dari Pemko Batam tahun 2014.

Sejumlah rumah terlihat kosong. Pemilik rumah meninggalkan Air Mas untuk mengembara ke Perairan Mantang. Mereka bepergian dalam beberapa kelompok sejak bulan Juli 2017 lalu. Akhir bulan November ini, Orang Laut itu kembali ke Air Mas untuk persiapan jelang Natal. “Lumayan banyak Orang Laut sini yang hidup di laut. Anak-anaknya tak sekolah. Kalau saya tak bisa lagi,”kata Sabariah, salah seorang warga Suku Laut di rumahnya, pekan lalu.

Sabariah memiliki satu putra yang sekolah di SMA 6 Batam di Pulau Air Raja. Untuk beribadah warga Air Mas tiap minggu naik pompong ke Pulau Kubung. Gereja ada di sana. Warga yang beragama Kristen dan Islam di Air Mas rumahnya dibuat terpisah. Tapi yang beragama Islam hanya sekitar dua atau rumah saja. Meski begitu, antara warga kompak dan tak pernah terjadi perselisihan.

Berbeda dengan Orang Laut di Kawal Pantai dan Kampung Panglong yang lebih lugu dan lebih bersahabat, Orang Laut Air Mas sedikit lebih terbuka dan ‘komersil’. “Kami dibayar berapa kalau memberi keterangan ke bapak dan mengambil foto-foto kami,”kata salah seorang warga saat bincang-bincang.

Kondisi Pulau Air Mas yang dekat dengan Batam mungkin menjadi sebab. Orang silih berganti datang ke Air Mas. Warganya juga terbiasa dengan pergaulan Batam. Anak-anak Pulau Air Mas juga banyak bersekolah di Air Raja dan Batam. Mobilitas penduduk juga tinggi.

Di Pulau Air Mas, listrik PLN belum masuk. Warga terpaksa mengandalkan genset untuk sumber penerangan. Sebagian besar mengandalkan penerangan seadanya. Kondisi Air Mas berbeda dengan Kampung Panglong dan Kampung Kawal Pantai, warganya sudah menikmati suplai listrik dari PLN.

“Kalau Air Mas belum masuk PLN. Kalau Pulau Ngenang sudah. Kabarnya PLN tak lama lagi masuk ke sini,”kata Sakdiah, warga Suku Laut lainnya. (***)

Penulis: Dedi Arman