

MEDIAKEPRI.CO.ID, Bantul – Beberapa anak sekolah dasar (SD) di Bantul terpaksa menyeberangi Sungai Oya dengan ban saat berangkat dan pulang sekolah. Seperti apa ban bekas yang digunakan mereka setiap harinya?
Sumardi (35) menceritakan, sebelumnya seragam dan sepatu anak-anak harus basah karena bak di ban tersebut bocor.
“Kemarin kalau nggak pakai bak, basah (seragam anak-anak), terus coba dikasih bak ini,” tuturnya saat ditemui detikcom di pinggir Sungai Oya, Bantul, Kamis 8 Februari 2018.
Kemudian, dia mendapat bantuan ban dari SAR yang sudah dipasangi bak dengan ukuran yang lebih besar.
“Sebelum dikasih bantuan (SAR) kami juga sudah pakai ban tapi ukurannya kecil. Kemarin kan bannya bocor, terus ada tim SAR ngasih ini. Sekarang yang tersisa tinggal satu ban ini,” jelasnya.
Sumardi harus bergantian dengan tetangganya untuk menyeberangkan anak-anak tersebut melalui Sungai Oya. Meski penuh risiko, dia mengaku cara ini menjadi yang paling baik untuk saat ini.
“Anak saya, Fiki (7), sekolah di SD N Kedungmiri, Desa Sriharjo. Kalau dari sini (Kedungjati, Selopamioro) ya harus menyeberangi Sungai Oya,” kata Sumardi.
“Jembatan gantung (yang menghubungkan Desa Selopamioro dengan Desa Sriharjo) putus sejak bencana banjir November (2017) kemarin. Sementara di sini tidak ada transportasi lain,” jelasnya.
Setelah jembatan gantung terputus, sebenarnya sebagian warga secara swadaya membuat rakit untuk menyeberangi sungai. Namun rakit tersebut jauh dari kediaman Sumardi, sehingga dia lebih memilih menyeberangkan sendiri anaknya memakai ban karet.
“Masalahnya kan begini, anak-anak kan jalan, bilang ‘Pak kalau lewat sana (memakai rakit) kan jauh, mutar’ begitu. Kemarin ada yang jatuh juga, karena kan jalannya setapak. Kemudian, terus ini pakai ban dikasih bak itu,” paparnya.
Selain bisa lewat rakit, sambung Sumardi, sebenarnya untuk ke sekolah anak-anak bisa melewati jalan raya. Namun jarak yang harus ditempuh bila lewat jalan raya terlalu jauh, yakni sekitar 10 kilometer dari rumah mereka. (***)
sumber: detik.com