mediakepri
Selasa, 19 Maret 2024 |
×

Selasa, 19 Maret 2024

PERISTIWA

Pesawat dari Maskapai Sriwijaya Air Itu Kembali ke Jakarta Setelah Batal Mendarat, Ini yang Terjadi

| Sabtu | 20 Juli 2019 | 11:44 | Tidak ada komentar

MEDIAKEPRI.CO.ID, Jakarta – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sejumlah daerah mulai mengganggu penerbangan dan lalu lintas. Pada Jumat, 19 Juli 2019 pesawat milik maskapai Sriwijaya Air tujuan Kalimantan Barat batal mendarat di Bandara Internasional Supadio Pontianak di Kubu Raya karena kondisi cuaca tidak mendukung diselimuti kabut asap.

“Cuaca yang tidak mendukung karena jarak pandang untuk mendarat pendek disebabkan kabut asap dan embun,” ujar General Manager NAM Air Kalimantan Ronel Sankay di Pontianak, Jumat, 17 Agustus 2019.

Ia menjelaskan, armada maskapai yang gagal mendarat tersebut dijadwalkan mendarat pada pukul 07.00 WIB. “Maskapai kita itu dari Jakarta ke Pontianak, tapi batal dan harus kembali ke Jakarta,” kata dia.

Dia menjelaskan, armada yang gagal mendarat dan harus kembali ke Jakarta sesuai dengan prosedur operasional standar (POS) keselamatan dalam penerbangan sehubungan jarak pandang yang tidak memungkinkan. “Tentu ada dampak juga pada jadwal penundaan penerbangan bagi jadwal lainnya.

Semoga kondisi cuaca kembali pulih. Harapan kita sumber asap di Kalbar bisa teratasi dengan cepat,” kata dia lagi.

Sejak beberapa pekan lalu, Kalbar mulai memasuki musim kemarau. Kondisi tersebut mengakibatkan munculnya kebakaran lahan gambut di sejumlah daerah yang akhirnya berujung kabut asap. Sejak Kamis, 16 Juli 2019 pagi, kabut asap mulai terasa, meskipun masih belum ke tingkat yang parah.

Satu di antara warga Kalbar, Diki, berharap tahun ini semua pihak untuk mengantisipasi karhutla, terutama pada musim kemarau. Hal itu sangat berdampak luas pada berbagai aspek. “Termasuk soal kesehatan. Kita setengah trauma karena sebelumnya pernah kabut asap yang tebal. Itu sangat mengganggu kesehatan. Ekonomi dan aktivitas lainnya juga berdampak. Kita berharap pemerintah dan siapa pun mari cegah dan atasi karhutla,” kata dia.

Sejauh ini di Kalimantan Barat, titik api dan karhutla terdeteksi di Kapuas Hulu, Bengkayang, dan Mempawah. Puluhan hektare lahan gambut di wilayah-wilayah tersebut terbakar sejak beberapa hari belakangan. Ribuan personel Satgas Pengendalian Karhutla telah diterjunkan ke wilayah-wilayah tersebut.

Kapolsek Jungkat, Polres Mempawah, Iptu Tarminto mengimbau para pengendara kendaraan bermotor, baik roda dua maupun empat, agar berhati-hati karena jarak pandang di jalan mulai pendek dampak dari kabut asap. “Jarak pandang cukup pendek atau berkabut terutama pagi hari dampak dari tebalnya kabut asap akibat karhutla dalam sepekan terakhir di sejumlah wilayah di Sui Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalbar,” kata Tarminto di Jungkat, Jumat.

Ia menjelaskan, jarak pandang cukup pendek pada pagi hari, yakni sekitar 30 meter sepanjang jalur jalan negara dari Mempawah ke Kota Pontianak dan sebaliknya. Dengan demikian, sangat rawan apabila pengendara membawa kendaraannya dengan kecepatan tinggi.

Ia menambahkan, pihaknya dalam hal ini hanya memasang rambu-rambu lalu lintas agar para pengendara berhati-hati membawa kendaraannya karena jarak pandang yang sangat pendek dampak kabut asap tersebut.

Tak hanya di Kalbar, karhutla juga terjadi di beberapa daerah lainnya. Kemarin, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru mendeteksi lima titik panas sebagai indikasi awal terjadinya karhutla.

BMKG menyatakan lima titik panas yang terpantau melalui citra satelit Terra dan Aqua pada Jumat pagi tersebut menyebar di Bengkalis, Rokan Hilir, dan Pelalawan. “Tiga titik panas di Bengkalis dan satu titik masing-masing di Rokan Hilir dan Pelalawan,” kata Analis BMKG Sanya Gautami dalam keterangannya, kemarin.

Secara umum, Sanya mengatakan, titik panas tidak hanya menyebar di Provinsi Riau, tapi juga di lima provinsi lainnya di Pulau Sumatra. Selain tiga titik panas di Riau, turut terdeteksi 14 titik panas di Sumatra Selatan, tiga titik di Bengkulu, dua titik di Jambi, serta satu titik masing-masing di Lampung dan Sumatra Utara.

Sementara, dari lima titik panas di Riau, BMKG menyatakan, dua titik di antaranya dipastikan sebagai titik api atau indikasi kuat terjadinya kebakaran dengan tingkat kepercayaan di atas 70 persen hingga 100 persen. “Dua titik api terdeteksi di Pulau Rupat Bengkalis dan Kecamatan Kuala Kampar, Pelalawan,” ujarnya.

Komandan Komando Distrik Militer 0313/KPR Letkol Inf Aidil Amin mengatakan, saat ini ratusan prajurit TNI telah dikerahkan ke lokasi rawan kebakaran di wilayah Distrik Militer Kampar. Mereka ditugaskan untuk melakukan penanggulangan dan fokus pada pencegahan kebakaran lahan di wilayah rawan.

Hingga awal Juli 2019 ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat lebih dari 3.300 hektare lahan di Riau hangus terbakar. Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang terluas mengalami karhutla dengan luas mencapai 1.435 hektare. Selain Bengkalis, kebakaran turut melanda wilayah Rohil dengan luas kebakaran mencapai 606,25 hektare.

Selain itu, karhutla turut melanda Siak 366 hektare, Dumai 269,75 hektare, dan Meranti 232,7 hektare. Kemudian, kebakaran hutan juga terjadi di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) 120 hektare, Pelalawan 95 hektare, Indragiri Hulu (Inhu) 71,5 hektare, Kampar 64,9 hektare, dan Kuansing lima hektare.

Akan tetapi, angka yang dirilis BPBD Riau itu berpotensi lebih besar setelah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan luas kebakaran di Riau sepanjang 2019 ini mencapai lebih dari 27 ribu hektare lebih. (***)

sumber: republika.co.id